Sebagai salah satu dari rukun sahnya ibadah haji, sai dilakukan setelah melaksanakan thawaf, baik thawaf umroh maupun thawaf ifadhoh. Tidaklah sah haji seseorang apabila tidak melakukan sa’i ini. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dan juga hadits Rasululloh SAW berikut ini :
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah”
(Qs al-Baqarah ayat: 158)
Diriwayatkan dari Imam Ad-Daruquthni dan yang lainnya dalam kitab Majmu’ dengan sanad yang hasan, bahwasannya Rasululloh SAW pernah melakukan sa’i sambil menghadap kiblat lalu belia bersabda:
“Lakukanlah sa’i karena sesungguhnya sai ini telah diwajibkan kepada kalian.”
Ritual sa’i ini sesungguhnya merupakan ritual yang diwajibkan kepada para jamaah haji agar mereka mengingat tentang sebuah kisah yang terkandung didalamnya, agar mereka dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut.
Alkisah Nabi Ibrahim AS mengajak istrinya Siti Hajar dan anaknya Nabi Ismail AS yang saat itu masih bayi ke suatu negeri yang merupakan cikal-bakal Mekkah saat ini. Mekkah pada saat itu masih merupakan negeri yang sunyi tanpa penghuni dan masih gersang. Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim AS tiba-tiba meninggalkan istri dan anaknya disamping sebuah pohon yang besar untuk berteduh.
Beliau kemudian melanjutkan perjalanan sendiri saja dan meninggalkan istri dan anaknya dengan berbekal beberapa kurma dan bejana yang berisi air saja karena menuruti perintah dari Allah SWT. Meninggalkan mereka disana untuk melanjutkan perjalanan memenuhi panggilan dan perintah dari Allah SWT menuju suatu daerah yang merupakan cikal bakal Ka’bah yang ada saat ini.
Beliau kesampingkan kekhawatiran dalam hatinya meninggalkan istri dan anaknya ditempat asing tersebut sambil berdo’a:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhanku, yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, agar mereka bersyukur..”
Lama setelah ditinggalkan, persediaan kurma dan air dalam bejanapun habis sehingga Siti Hajar pun khawatir sebab sang suami tak kunjung kembali. Naluri seorang ibu yang begitu sayang kepada anaknya dan rasa khawatir dengan kondisi tersebut mendorong Siti Hajar untuk berusaha mencari air minum agar dapat menyusui anaknya kembali.
Siti Hajar meletakkan anaknya Nabi Ismail AS dibawah pohon tersebut dan segera berusaha mencari air, berjalan dan berlari-lari kecil ke bukit Shafa namun tak jua menemukan sumber air, kemudian berlari-lari kecil kearah bukit lainnya yaitu bukit Marwah, namun juga tak menemukan sumber air. Hal ini dilakukannya terus-menerus, bolak-balik Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali.
Akhirnya Siti Hajar mendengar suara yang menyuruhnya diam. Ternyata suara itu berasal dari Malaikat. Siti Hajar diperlihatkan keajaiban berupa air yang muncul disebabkan oleh hentakan kaki Nabi Ismail AS yang masih bayi itu. Inilah cikal bakal air Zam Zam yang sangat terkenal itu.
Selanjutnya ia pun turun, mengisi bejana dan memberi minum putranya, Nabi Ismail AS. Setelah beberapa waktu berlalu, ada sebuah rombongan dari suku Jurham datang ke tempat tersebut. Mereka tinggal di sekitar air zam-zam bersama Siti Hajar dan Nabi Ismail AS. Ini semua mereka lakukan atas izin dari Siti Hajar.