
1. HAJI IFRAD
Haji Ifrad adalah Jenis Haji yang pelaksanaan Haji dan Umrahnya disendirikan atau dilaksanakan secara terpisah dalam waktu berbeda namun tetap dalam satu musim Haji. Dengan demikian, para jamaah melaksanakan ibadah Haji terlebih dahulu kemudian melakukan Umrah. Pakaian Ihram serta niat untuk ‘ibadah Haji’ sekaligus ‘ibadah Umrah’ sudah harus dipakai jamaah Haji ketika sampai dibatas Miqat sebelum memasuki Makkah.
Haji Ifrad menjadi pilihan bagi jamaah Haji yang kedatangannya di Makkah sudah mendekati waktu Wukuf. Jamaah Haji yang mengambil Haji Ifrad ini tidak wajib membayar dam (denda), akan tetapi sangat dianjurkan menyembelih hewan Qurban. Tawaf Qudum bagi jamaah Haji yang mengambil jenis Haji Ifrad dianjurkan ketika baru tiba di Makkah.
PELAKSANAAN HAJI IFRAD & UMRAH IFRAD
WAKTU PELAKSANAAN HAJI IFRAD
2. HAJI TAMATTU
Tamattu berarti bersenang-senang. Jenis Haji Tamattu’ merupakan yang paling Afdol atau yang paling utama. Haji Tamattu’ yaitu melaksanakan Umrah terlebih dahulu, baru mengerjakan Haji. Setelah pelakasanaan Umrah selesai, jamaah boleh langsung Tahallul dan sudah bisa melepas Ihramnya. Kemudian menunggu tanggal 8 Dzulhijjah untuk memakai pakaian Ihram kembali dan berpantangan Ihram lagi untuk melaksanakan Ibadah Haji.
Tamattu’ dapat berarti pula melaksanakan ibadah Umrah dan Haji di dalam bulan dan tahun yang sama tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
Seperti halnya pelaksana Haji Qiran, pelaksana jenis Haji Tamattu juga wajib membayar dam(denda ). Dam(denda) bagi pelaksana jenis Haji Tamattu yaitu dengan menyembelih seekor kambing atau dengan berpuasa 10 hari dengan perincian 3 hari berpuasa di tanah suci dan 7 hari berpuasa di tanah air. Baik haji reguler atau haji plus dari Indonesia adalah haji tamattu.
PELAKSANAAN IBADAH UMRAH (HAJJUL ASHGHAR/HAJI KECIL) UNTUK HAJI TAMATTU.
PELAKSANAAN IBADAH HAJI TAMATTU.
3. HAJI QIRAN
Jenis Haji ini merupakan Ibadah Haji dan Umrah yang dilakukan secara bersamaan, dengan demikian prosesi tawaf, Sa’i dan Tahallul untuk Haji dan Umrah dilakukan satu kali atau sekaligus. Karena kemudahan itulah Jema’ah dikenakan “Dam” atau denda. yaitu menyembelih seekor kambing atau bila tidak mampu dapat berpuasa 10 hari. Bagi yang melaksanakan Haji Qiran disunnatkan melakukan tawaf Qudum saat baru tiba di Mekah.
Miqat bagi jema’ah yang berada di Madinah ialah Bir Ali (Zulhulaifah). Sedangkan bagi jema’ah yang sudah berada di Mekah miqatnya dapat dilakukan di Tan’im atau Ji’ranah. yang datang ke Mekahpada hari yang mepet ke tanggal 9 Zulhijah, Miqatnya dapat dilakukan diatas pesawat saat melintas daerah miqat.
PELAKSANAAN HAJI QIRAN
WAKTU PELAKSANAAN HAJI QIRAN
4. HAJI BADAL
Haji Badal atau Al-Hajju Anil Ghair adalah melakukan ibadah Haji namun Pahalanya diniatkan bagi orang lain baik yang masih hidup karena tidak mampu pergi, sakit menahun, lanjut usia atau sudah wafat.
Dalam Hadist riwayat Fadl bin Abbas ra: Bahwa seseorang wanita dari bani Khats’am berkata, “ wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan Haji kepada hamba-Nya, Bapakku seorang yang sudah berumur, tidak mampu mengadakan perjalanan, apakah aku boleh mengHajikannya ?.”Rasulullah SAW menjawab, “boleh”.
Bagi orang yang melaksanakan Jenis Haji Badal disyaratkan harus sudah melaksanakan atau menunaikan ibadah Haji untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, karena itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sudah mampu. Setelah kewajiban untuk dirinya sudah dilaksanakan, bolehlah dia melakukan Haji yang diniatkan untuk orang lain.
Hal ini berdasarkan hadist riwayat Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah SAW mendengar seorang laki-laki berkata, “ aku penuhi panggilan-Mu untuk Syabramah.” Rasulullah SAW bertanya, “ apakah engkau telah melaksanakan Haji untuk dirimu ?” ia menjawab, “belum.” Beliau bersabda, “ Hajilah untuk dirimu kemudian laksanakan Haji untuk Syabramah.”
5. HAJI WANITA
Seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan atau pergi tanpa bersama suami atau mahramnya, dalam sebuah Hadist Nabi mengatakan : “tidak Halal bagi wanita bepergian dalam perjalanan sehari semalam melainkan bersama mahramnya” (HR.Bukhari).
Dalam hal jenis Haji ini wanita harus ditemani oleh suami atau mahramnya. Dalam hal ini berdasarkan Hadist Ibnu Abbas ra, ia berkata, “ aku mendengar Rasulullah SAW bersabda , “janganlah seorang wanita mengadakan perjalanan kecuali bersama mahramnya. “ seorang laki-laki berdiri dan berkata, “wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya istriku keluar untuk Haji sedangkan aku ikut bersama pasukan dalam peperangan ini dan itu.”
Rasulullah SAW bersabda “pergilah dan Hajilah bersama Istrimu.” Wanita yang melaksanakan Haji tanpa mahramnya, Hajinya sah namun ia berdosa”.
Pada kalangan ulama ada perbedaan pendapat mengenai jenis Haji terhadap Wanita, sebagai mana berikut ini ;
Menurut Ulama Hanafi dan Hambali, Wanita tidak boleh keluar melaksanakan Haji kecuali bersama suami atau mahramnya.
Menurut Ulama Syafi’i, wanita disyaratkan pergi bersama atau mahram atau wanita-wanita Tsiqah(terpercaya). Didalam satu pendapat (dalam Mazhab Syafi’i ), cukup bersama satu orang wanita Tsiqah. Sedangkan menurut Ulama Maliki, wanita disyaratkan pergi bersama teman wanita yang dipercaya apabila jarak dari Makkah di tempuh dalam satu hari satu malam.
6. HAJI ANAK-ANAK
Secara syariat agama, anak-anak tidak diwajibkan melaksanakan ibadah Haji karena kewajiban melaksanakan Haji itu bagi muslim yang sudah Baliqh. Seperti yang telah diketahui bahwa salah satu syarat wajib Haji adalah Baliqh. Jika seorang anak kecil mengerjakan ibadah Haji, maka jenis Haji ini Sah. Namun, Hajinya itu bukan merupakan Haji yang wajib sebab anak kecil itu belum Baliqh dan mampu.
Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW, pernah bersabda ; “anak kecil mana saja yang melaksanakan Ibadah Haji, setelah Baligh dia wajib melaksanakan Haji sekali lagi. Siapa saja hamba yang melaksanakan Haji yang kemudian merdeka, dia wajib melaksanakan Haji sekali lagi.”
Anak kecil atau anak yang belum Baligh boleh melaksanakan ibadah Haji dan diberi Pahala. Sebagaimana yang telah diriwayatkan Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW berjumpa dengan seorang berkendaraan dikawasan Ar-Rauha beliau bersabda ; “siapa kalian ? mereka menjwab : kami orang-orang muslim, mereka balik bertanya : siapa anda ? beliau menjawab saya Rasul ALLAH. Lalu ada seorang anak gadis yang masih kecil bertanya : apakah ini yang disebut Haji ? beliau menjawab : ya dan bagimu pahala.” (HR.Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan An Nasa dishahihkan oleh At Timidzi).
Jika anak kecil tersebut sudah Mumayyiz, maka dia berniat Ihram untuk dirinya sendiri dan melaksanakan manasik Haji. Jika belum Mumayyiz, maka walinya yang meniatkan Ihram, mantalbiyahkan, Tawaf dan Sa’i bersamanya, Wukuf di Arafah, dan melontarkan Jumrah untuknya.
7. HAJI WADA
Dinamakan Haji Wada atau Haji perpisahan karena jenis Haji tersebut merupakan jenis Haji terakhir yang dikerjakan Rasulullah SAW. Di Padang Arafah Rasulullah SAW bersama sekitar 100.000 umat islam berkumpul untuk melaksanakan ibadah Haji dan Rasulullah SAW menyembelih seekor Unta sebagai korban yang dibagikan kepada umat islam. Haji Wada ini terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun 10 H atau tahun 630 M.
Pada Haji Wada Rasulullah SAW menerima wahyu terakhir yaitu : “…pada hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu dan aku telah melengkapkan kenikmatan-kenikmatan kepadamu yang telah aku ridhai islam untuk menjadi agama bagimu.” (QS.Al-Maidah 5:3). Dengan turunnya ayat ini, maka wahyu yang terhimpun dalam kitab suci AL-QURAN yang terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6666 ayat guna menjadi tuntunan hidup manusia telah sempurna.
Pada Haji Wada Rasulullah SAW menyampaikan khutbah yang intinya berupa pesan-pesan yang sangat berguna bagi kesuksesan hidup umat islam didunia maupun di akhirat. Khutbah Haji Wada’ Rasulullah SAW bisa disimpulkan sebagai berikut :
1. Ajal dan kematian akan datang sewaktu-waktu.
2. Persaudaraan dalam islam sehingga harus saling memuliakan.
3. Menyampaikan amanah kepada yang haq.
4. Tinggalkan segala bentuk riba.
5. Kepedulian terhadap kaum miskin dan dhuafa’.
6. Pertanggungan jawab segala bentuk amal.
7. Nabi dan Rasul telah ditutup sehingga jika ada yang mengaku Nabi atau Rasul itu pasti palsu.
8. Kewajiban suami harus didahulukan atas istrinya dari pada menuntut hak seorang suami pada istrinya. Suami harus jadi tauladan.
9. Penuhi kewajiban dalam Rukun islam secara baik dan sempurna.
10. Dua pedoman yang kekal yaitu AL-QURAN dan As-Sunnah.
11. Ikhtiar dan Tawakal.